Magetan – Magetannews.com – Kisah memilukan dialami Suprianto, seorang pekerja migran asal Kelurahan Takeran, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, yang terlunta-lunta di Guinea Ekuatorial, Afrika. Sudah bertahun-tahun bekerja di luar negeri secara non-prosedural, kini ia justru kesulitan pulang ke Indonesia akibat berbagai persoalan dokumen dan ketidakjelasan status hukum perusahaan tempatnya bekerja.
Suprianto bukan satu-satunya. Ia menjadi bagian dari tujuh WNI yang mengalami nasib serupa di negara Afrika tersebut. Enam lainnya berasal dari Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
Menurut Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Magetan, Muhtar Wahid, Suprianto awalnya bekerja di sebuah perusahaan kayu milik asing. Namun karena perusahaannya bermasalah secara legal, sang pemilik dideportasi. Suprianto kemudian pindah ke perusahaan lain yang ternyata juga menghadapi kendala hukum.
“Yang bersangkutan sudah cukup lama di sana, tapi karena dokumennya tidak lengkap dan status kerjanya non-prosedural, akhirnya kesulitan untuk pulang,” ujar Muhtar.
Yang lebih menyedihkan, Suprianto tidak menerima gaji selama tujuh bulan terakhir. Usahanya untuk melapor ke otoritas lokal belum juga membuahkan hasil. Sementara dokumen imigrasi yang ia miliki tidak sah atau tidak lengkap, membuat proses pemulangannya menjadi sangat kompleks.
Muhtar menyebutkan bahwa Pemkab Magetan telah menerima laporan resmi dari pihak terkait dan mulai berkoordinasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) serta Pemerintah Kabupaten Madiun.
“Enam orang dari Madiun sudah ditangani Pemkab Madiun, dan kami akan segera menyampaikan laporan ke Ibu Bupati untuk mempercepat penanganan yang satu dari Magetan,” jelasnya.
Pihaknya juga menunggu kelengkapan data dari Dinas Tenaga Kerja, seperti usia, nomor paspor, dan riwayat keberangkatan Suprianto, sebagai bagian dari upaya mempercepat proses repatriasi atau pemulangan.
Meski keberangkatan Suprianto ke luar negeri dilakukan secara non-prosedural, Muhtar menegaskan bahwa negara tetap memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negara, termasuk pekerja migran yang berada dalam kondisi rentan.
“Apapun statusnya, keselamatan warga negara Indonesia tetap menjadi prioritas,” tegasnya.
Kasus Suprianto membuka kembali catatan penting tentang bahaya bekerja ke luar negeri tanpa prosedur resmi. Selain rentan eksploitasi dan kehilangan hak dasar, mereka juga bisa terjebak dalam situasi sulit seperti ini—terlantar, tidak digaji, bahkan tidak bisa kembali ke tanah air.